MENU
icon label
image label
blacklogo

AGWs Lebih Cepat Tangkap Gejala Tsunami Dibanding Sensor Seismic

DEC 26, 2018@16:00 WIB | 1,176 Views

Tsunami yang menerjang pesisir pantai Jawa Barat tepatnya di selat Sunda yang menerjang wilayah pantai di Banten dan Lampung menjadi perhatian tersendiri. Pasalnya bencana alam tsunami kali ini tidak didahului dengan gempa, melainkan erupsi anak Gunung Krakatau yang mengeluarkan lava pijar dan abu vulkanik secara terus menerus sejak bulan April. Beberapa informasi yang kami himpun tidak didapatinya alat pendeteksi tsunami yang mumpuni seperti Buoy Tsunami, dan sejak tahun 2012. Tidak adanya alat tersebut merupakan kewenangan BMKG.

Seperti yang telah kita ketahui, Buoy merupakan salah satu early warning system yang terdiri dari beberapa instrument untuk mengetahui suatu wilayah. Instrument ini akan mengeluarkan warning semacam alarm untuk memberitahukan kepada masyarakat agar segera melakukan tindakan evakuasi,  

Dilansir dari laman tempo.co.id 16 Desember 2017, hingga saat ini Indonesia hanya mengandalkan 5 buoy tsunami  milik internasional.  Di barat, Indonesia mengandalkan milik India, satu unit milik Thailand di Laut Andaman, dua unit di selatan Sumba milik Australia, dan satu unit di utara Papua milik Amerika Serikat.

Buoy dipasang secara terapung di tepi perairan yang dangkal, sebagai floating device yang mampu mengukur perubahan tekanan di laut yang disebabkan oleh tsunami. Namun, teknologi tersebut bergantung pada gerakan fisik yang disebabkan tsunami. Hal ini bisa bermasalah dalam arti tidak bekerja ketika Buoy bergerak mendekati garis pantai. Teknologi ini cukup mahal dan membutuhkan distribusi dalam jumlah yang cukup besar, seperti di perairan Indonesia.

Sebuah penelitian baru di tahun 2018, yang dikembangkan Journal of Fluid Mechanics, para ilmuan Universitas Cardiff telah menunjukkan bagaimana karakteristik utama gempa bumi, seperti lokasi, durasi, dimensi, orientasi dan kecepatannya, yang dapat diukur dari gelombang suara atau biasa disebut acoustic gravity waves (AGWs).

Melalui gelombang suara dapat ditangkap (AGW), 10 kali lebih cepat daripada pergerakan tsunami dan mampu menyebar ke segala arah. Sebuah hidropon underwater akan menangkap gelombang suara tersebut, dan menjadi alat early warning system.

Dengan alat ini karakteristik kesalahan bisa ditemukan dengan menghitung amplitudo tsunami dan potensi kekuatan destruktif yang lebih trivial. “Dengan pengukuran gelombang acoustic gravity waves (AGW), pada dasarnya kita telah memiliki semua yang dibutuhkan untuk menyalakan alarm tsunami,” tutur Dr Usama Kadri, Cardiff University.

Saat ini kami masih mengukur gempa bumi dengan menggunakan sensor seismic. “Dengan menggunakan sinyal suara dari dalam air, kita dapat mengidentifikasi karakter patahan gempa bumi, dan dapat menghitung karakteristik tsunami. Kelebihan AGW merupakan gelombang suara yang terjadi secara alami bergerak melalui samudera, dengan kecepatan suara dan berjalan merambat ribuan meter di permukaan laut,” jelas Dr Usama Kadri. [Ahs/timBX]

Tags :

#
agw,
#
sensor seismic,
#
tsunami,
#
gejala tsunami

RELATED ARTICLE